Chapter 7 Effect of Radio Propagation Environments on WLAN Performance – Resume

  Radio propagation memiliki tiga mekanisme dasar, yaitu:

  • Reflection, terjadi ketika gelombang elektromagnetik yang merambat menabrak objek yang berukuran sangat besar dibandingkan dengan panjang gelombang tersebut.
  • Diffraction, terjadi ketika jalur sinyal radio antara transmitter dengan receiver terhalang oleh permukaan yang tinggi sehingga gelombang dibelokkan.
  • Scattering atau penghamburan, terjadi ketika gelombang yang merambat menabrak objek yang berukuran lebih kecil dari panjang gelombang tersebut.

    Resume ini membahas tentang studi empiris untuk mengetahui efek radio propagation environments terhadap performansi WLAN. Eksperimen yang dilakukan, berdasarkan sumber, menggunakan sepasang laptop nirkabel dan beberapa access point yang bertempat di lingkungan perkantoran dan perumahan.

LOKASI EKSPERIMEN

Eksperimen dilakukan di tiga tempat, yang kemudian disebut lokasi A, B, dan C. Lokasi A dan B bertempat di kampus Auckland Universoty of Technology (AUT), sedangkan lokasi C bertempat di kota Avondale, Auckland.

Lokasi A: Gedung Duthie Whyte (WY)

     Eksperimen pada lokasi A dilakukan di lantai 1 dan basement gedung WY antara blok kantor School of Computing dan Mathematical Science. Bangunan tersebut memiliki bentuk unik dan bertingkat, berstruktur beton, dan memiliki dimensi lantai sekitar 39 x 20 m. Struktur langit-langit lantai 1 mengandung logam, dimana dapat mempengaruhi propagasi sinyal radio. Eksterior bangunan dasarnya terdiri atas kaca dan lapisan beton.

1

Gambar 1 – Tampak luar gedung WY

2

Gambar 2 – Denah gedung WY

3

Gambar 3 – Tampak dalam gedung WY

   Sekat-sekat kantor di dalam ruangan berbahan logam. Selain itu, furnitur logam, lemari arsip, dan papan tulis juga daat mempengaruhi propagasi sinyal radio.

      Sedangkan untuk lokasi basement dari gedung WY dapat dilihat pada gambar berikut.

4

Gambar 4 – Denah basement gedung WY

5

Gambar 5 – Tampak dalam basement gedung WY

Lokasi B: Menara AUT

     Lokasi B bertempat di lantai 2 gedung menara AUT yang kurang lebih memiliki struktur bangunan yang sama dengan gedung WY. Berikut merupakan gambaran dari lokasi B.

6

Gambar 6 – Tampak luar menara AUT

7

Gambar 7 – Denah lokasi B

8

Gambar 8 – Tampak dalam Lab. Komputer pada menara AUT

Lokasi C: Rumah di perkotaan

      Eksperimen juga dilakukan di salah satu rumah yang berlokasi di kota Avondale, Auckland. Ciri-ciri rumah tersebut adalah memiliki 3 buah kamar tidur, tidak bertingkat, memiliki luas 133 m2. Dinding rumah berstruktur kayu dengan lapisan dinding eternit. Eksterior rumah terdiri dari ubin logam, jendela, dinding bata, dan pintu kayu. Terdapat tiga rumah serupa di sekitarnya dan sebuah pohon besar di pekarangan tetangga. Berikut merupakan gambaran lokasi C.

9

Gambar 9 – Tampak luar lokasi C

10

Gambar 10 – Denah lokasi C

Hasil Pengukuran

Environment A

Pada Experiment 1: Efek dari orientasi Tx-Rx

Pada percobaan kali ini efek dari pada saat transmisi file sebagai link throughtput dari WLAN 802.11b. Penelitian ini dilakukan di ruang kantor Lingkungan A. Tata letak lokasi pengukuran ditunjukkan pada Gambar 7.12. Tx disimpan pada akhir paling kiri dari koridor sempit dan panjang (panjang 35 m), sedangkan Rx dipindahkan ke berbagai posisi mulai dari 1 sampai 35 m dari Tx, yang meliputi seluruh panjang koridor. Table dibawah ini menjelaskan tentang 4 orientasi Tx-Rx yang digunakan dalam percobaan.

11

Selanjutnya gambar dibawah ini menunjukkan tata letak lokasi pengukuran untuk efek orientasi Tx-Rx pada poercobaan Link Throughput.

12

13

      Berdasarkan gambar di atas orientasi Tx -Rx tidak mempengaruhi throughput dan orientasi pada antena juga tidak mempengaruhi throughput pada percobaan ini.

  Berdasarkan table diatas maka orientasi Tx-Rx tidak mempengaruhi throughput juga pada orientasipada antenna juga tidak mempengaruhi throughput.

Pada Experiment 2: Efek dari Kondisi LOS di Ruang Bawah Tanah

     Penelitian ini dilakukan di WY parkir yang berada di ruang bawah tanah. Penelitian ini menyelidiki pengaruh LOS jarak antara Tx dan Rx pada waktu transmisi serta tautan throughput untuk 802.11b. pengukuran dilakukan di ruang bawah tanah dengan LOS antara Tx dan Rx dengan Tx disimpan pada titik tetap kea rah salah satu ujung bawah tanah dan Rx dipindahkan ke berbagai lokasi mulai dari 1 m sampai 43 m dari Tx. Berikut rencan lantai ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

14

Hasil pengukurannya dapat dilihat dalam tabel berikut:

15

     Throughput maksimum yang dicapai adalah 4,69 Mbps untuk pemisahan ≤5m. Throughput ini menjadi referensi Throughput. Degradasi throughput yang (diukur dalam%) didefinisikan sebagai rasio perbedaan antara link throughput yang individu dan throughput referensi untuk throughput referensi. Degradasi throughput yang menunjukkan variasi link throughput yang berkenaan dengan throughput referensi.

       Untuk mengukur degradasi throughput yang (diukur dalam%) menggunakan rumus berikut:

16

Dimana Tref =throughput referensi dan Tind=throughput stasiun individu

      Pada table 7.3 dapat dilihat hasil tersebut  jarak antara 1 dan 5m, 10 dan 15, 20 dan 25m tidak mengalami  perubahan yang signifikan. Akan tetapi ketika jarak antara Tx dan Rx adalah 43 m, degradasi throughput yang mencapai 6,4% ( ini disebabkan oleh jalur LOS antara Tx dan Rx di ruang bawah tanah).  Eksperimen pengukuran throughput yang dapat dengan mudah ditingkatkan untuk beberapa 50 sampai 60 m pemisahan Tx-Rx (yaitu, 100 sampai 120 m diameter) tanpa degradasi kinerja yang serius selama Tx dalam LOS dengan Rx [234].

       Kesimpulan dari penelitian ini adalah WLAN 802.11b dapat digunakan di aula besar ( seperti ruang konferensi dan ruang kuliah ) agar konektivitas nirkabel lebih efektif, asalkan Tx dalam LOS dengan Rx.

Pada Experiment 3: Efek Dinding Sekat yang ada di Gedung Perkantoran

   Percobaan 3 dilakukan di lingkungan ruang kantor A. Gambar ini menunjukkan tata letak lantai sebelum permanen. Beberapa ruang kerja yang terletak di daerah ruang terbuka yang diciptakan menggunakan sekat setengah tinggi sementara (“sekat kantor sementara”). Ditunjukan pada gambar dibawah ini :

17

       Dalam lingkungan ini efek dari setengah tinggi sekat sementara dipelajari dengan mengukur throughput. Selanjutnya, kantor sementara digantikan oleh struktur permanen dibangun dari eternit. Waktu transmisi tercatat dan throughput link yang dihitung. Hasilnya dirangkum dalam tabel berikut:

18

      Hasil pada table diatas menunjukkan bahwa Wi-Fi Link throughput dalam lingkungan di kantor permanen sedikit lebih rendah dari pada di kantor sementara. Kehadiran dinding eternit dengan framing logam di ruang yang sebelumnya terbuka throughputnya berkurang. Misalnya, perbedaan throughput hingga 10% [(5-4,5) / 5 × 100%] pada Tx-Rx pemisahan 5 m. Untuk menghitung Throughput dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

19

       Dimana TTO = throughput dengan partisi dinding kantor sementara dan TPO = throughput dengan partisi dinding kantor tetap.

Pada Experiment 4: Pengaruh Penghalang LOS

     Dalam percobaan ini adalah meneliti efek dari LOS penyumbatan oleh dinding kantor pada waktu transmisi, serta throughput 802.11b jaringan ad hoc. Seperti dalam percobaan 1, Tx itu terus tetap pada akhir paling kiri dari koridor sempit panjang (panjang 35 m), sedangkan Rx disimpan di ujung lain, menjaga Tx di LOS dengan Rx. Waktu transmisi tercatat dan throughput link yang dihitung. Selanjutnya, Rx ditempatkan (di sudut kanan) 1 m dari posisi pertama sehingga dinding kantor diblokir LOS. Tata letak lokasi pengukuran ditunjukkan pada gambar berikut.

20

Hasilnya dirangkum dalam tabel berikut :

21

      Dari table diatas menunjukkan bahwa LOS penyumbatan oleh dinding kantor memiliki dampak yang signifikan pada link throughput yang Wi-Fi. Misalnya, dalam percobaan kedua di mana Rx ditempatkan pada posisi hanya 1 m dari jalan LOS, degradasi throughput yang adalah 82,2% [(4,5-0,8) /4.5 × 100%]. Jelas, hilangnya jalur LOS memiliki efek dramatis.

      Dalam percobaan 3, Rx ditempatkan 2 m dari posisi percobaan 1. Transmisi gagal karena hilangnya koneksi di RSS dari -91 dBm. Dalam situasi ini jalur LOS itu sangat diblokir oleh beberapa dinding kantor. Tidak seperti pada sidang sebelumnya, difraksi sinyal radio dan refleksi di sudut yang tidak cukup untuk menghasilkan sinyal cukup kuat untuk memungkinkan komunikasi yang sukses.

    Berbagai uji coba dalam percobaan ini memberikan beberapa wawasan kinerja link throughput WLAN 802.11b di lingkungan kantor terhambat. Hasil ini sesuai dengan karya Geier [238] bahwa efek dramatis hilangnya komponen sinyal LOS dan ketergantungan berikutnya pada propagasi multipath diamati.

Pada Experiment 5: Efek lantai

     Penelitian ini meneliti efek dari lantai pada waktu transmisi serta tautan throughput untuk 802.11b dalam modus peer-to-peer. Tx disimpan di lantai basement dan Rx pertama kali ditempatkan di lantai dasar, dan kemudian di lantai pertama dan kedua. Tata letaknya ditunjukkan pada gambar dibawah ini:

22

Dan hasilnya sebagai berikut:

23

      Dalam kasus penghalang dua lantai dengan pemisahan Tx-Rx dari 7 m, waktu transmisi adalah 1.504 dan link throughput yang adalah 0.71 Mbps. Perhatikan bahwa dua lantai penghalang memiliki efek yang lebih besar dan langit-langit ruang bawah tanah terhambat frekuensi radio (RF) sinyal lebih kuat dari lantai dasar atau lantai pertama bangunan WY AUT ini. Hal ini diperkirakan karena langit-langit ruang bawah tanah ini lebih kuat dibangun, dengan beton dan balok baja. Koneksi nirkabel hilang di RSS dari -91 dBm karena penyumbatan parah sinyal radio oleh tiga-lantai penghalang dengan pemisahan Tx-Rx dari 11 m.

Single-lantai penghalang memiliki pengaruh yang signifikan pada waktu transmisi serta link throughput untuk 802.11b. Misalnya, waktu transmisi dengan obstruksi lantai dasar (Tx di ruang bawah tanah dan Rx di lantai dasar dengan Tx-Rx pemisahan 3 m) adalah 1.039 dan link throughput 1,03 Mbps. Ini adalah sekitar lima kali lebih rendah dari throughput yang diperoleh di bawah kondisi LOS dalam hasil percobaan 2

    Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa 802.11 jaringan ad hoc bukan merupakan cara yang efisien untuk menyediakan konektivitas nirkabel untuk pengguna yang berada di beberapa lantai. Untuk kinerja yang lebih baik dan cakupan, WLAN infrastruktur dengan AP nirkabel di setiap lantai dianjurkan.

Pada Experiment 6: Efek Dinding Pemisah Tunggal

     Di sini, efek dari pemisahan dinding tunggal pada waktu transmisi. Lingkup lantai A untuk pengujian efek pemisahan dinding tunggal. Posisi transmisi dan penerima antena ditunjukkan dengan ● dan +. Seperti pada gambar dibawah ini:

24

         Berikut ini adalah hasil dari Pengaruh dinding tunggal di Throughput untuk 802.11b (133.9 MB, 11 Mbps, Tx-Rx pemisahan 1,85 m)

25

    Dinding pada lantai ini eternit atas kayu dan balok baja. Tx disimpan di sebuah ruangan yang pintunya tertutup, sedangkan Rx disimpan pada kamar yang berdekaran denganTx-Rx pemisahan 1,85m. Waktu transmisi direkan dan throunghput link dihitung. Percoban kedua diulang tanpa obstuksi (baik Tx maupun Rx ditempatkan pada sebuah ruangan dengan pemisah 1,85m). Penurunan link throughput dikarenakan pemisahan dinding tunggal antara Tx dan Rx tidak terlalu signifikan, menjadi hanya 1,12%.

      Kesimpulan utama pada percobaan 6 bahwa di lingkungan kantor terhambat, kamar yang berdekatan agar efisien dapat dihubungkan dengan menggunakan 802.11b dalam susunan peer-to-peer.

Pada Experiment 7: Efek Interferensi Gelombang Mikro

         Eksperimen 7 dilakukan dengan menganalisa efek dari gelombang mikro yang dipancarkan dari oven microwave pada jaringan ad-hoc 802.11b. Oven microwave diletakkan antara Transmitter (Tx) dan Receiver (Rx) dengan jarak Tx-Rx 1 meter.

26

       Pengujian dilakukan denga transfer file berukuran 133.9 MB. Pada pengujian pertama dilakukan dengan microwave menyala, dan pengujian kedua oven dimatikan dengan hasil sebagai berikut. Yang membuktikan bahwa gelombang mikro dapat menghasilkan interferensi gelombang radio yang menyebabkan penurunan performansi pada WLAN 802.11. Tingkat penurunan yang dihasilkan bisa berbeda, tergantung kuatnya interferensi gelombang radio yang dihasilkan akibat gelombang microwave.

27

Environment B

      Pada Environment B (Laboratorium AUT), pengujian dilakukan pada scenario ad-hoc dan jaringan infrastruktur untuk mengetahui efek dari Radio Propagation terhadap performansi WLAN.

Skenario 1: Jaringan Ad-Hoc

    Pengujian dilakukan dengan menukur transmission time, dan throughput yang dihasilkan dari jaringan Ad-Hoc 802.11b. Transmitter diletakkan dengan posisi tetap, sedangkan receiver diletakkan pada posisi yang berbeda setiap pengujian antara 1 hingga 17.5 meter dari transmitter. Dengan denah dan hasil pengujian sebagai berikut:

28 29

      Dari hasil pengujian diatas didapatkan pada setiap pengujian dengan jarak receiver yang berbeda berpengaruh kecil pada penurunan throughput. Namum penurunan throughput ini disebabkan karena LOS Blockage antara sinyal Tx dan Rx oleh lemari logam ataupun benda asing lainnya.

Skenario 2: Jaringan Infrastruktur

       Dalam skenario 2, pengujian jaringan infrastruktur dilakukan untuk menguji performansi pada satu AP (Access Point). AP yang digunakan adalah jenis wireless D-Link DWL-2100AP dan dua laptop wireless dengan adapter wireless D-Link  yang memiliki output power 15dBm.  Satu laptop sebagai Tx dan satu lainnya sebagai Rx. AP diletakkan pada bagian tengah lab, dan Tx 1.5 meter dari AP, dan Rx diletakkan pada enam lokasi berbeda untuk setiap pengujiannya. Pengujian dilakukan dengan mengirimkan file teks berukuran 133.9 MB dari Tx menuju RX menggunakan AP.

30 31

    Dari pengujian yang dilakukan, didapat bahwa penurunan throughput disebabkan karena adanya lemari logam dalam lab yang menyebabkan difraksi dan refleksi (Hal yang sama pada scenario 1, yaitu LOS Blockade).

Environment C

      Pada environment C (Rumah dengan 3 kamar tidur, berlokasi pada kota Avondale, Auckland), efek LOS Blockage yang mempengaruhi transimission time dan throughput 802.11 Ad-Hoc WLAN juga diuji. Tx disimpan pada ujung kiri bagian Rumah (ruang tamu), dan Rx pada berbagai tempat dalam Rumah dengan range nilai RSS antara -80 hingga -84 dBm. Denah pengujian dan tabel hasil sebagai berikut.

32

33

     Dari pengujian yang dilakukan, didapat bahwa jaringan Ad-Hoc 802.11 kurang mampu menjangkau berbagai Rx untuk melakukan koneksi dan transmisi dengan user karena disebabkan oleh berbagai benda/alat dalam Rumah yang juga menyebabkan LOS Blockage. Salah satu solusinya yaitu menempatkan AP secara strategis untuk mengurangi throughput degradation dan meningkatkan hasil throughput dan performansi.

Komparasi Performansi Environment A, B, dan C

     Dari 3 environment yang telah diuji, didapat hasil throughput jaringan Ad-Hoc 802.11b pada environment C hampir sama dengan environment A (karena LOS Blockade), walaupun hasil throughputnya sedikit berbeda dengan pengujian pada basement environment A dan lab komputer AUT environment B.

34

LOUVRE (Landmark Overlays for Urban Vehicular Routing Environment)

         LOUVRE merupakan routing protocol geo-proaktif yang pengembangan dan implementasinya difokuskan pada topologi perkotaan (urban) dengan tujuan adanya routing geografis yang bebas/minim hambatan pada  jaringan. Protokol LOUVRE merupakan penyempurnaan lanjut dari GPSR (Greedy Perimeter Stateless Routing) dan GPCR (Greedy Perimeter Protocol Routing) pada parameter pengiriman paket dan jumlah hop antar node.

          Protokol LOUVRE memiliki lima filtur yang berupa :
i.   Landmark yang ditempatkan pada perantaraan/persimpangan jalan.
ii.  Informasi kepadatan lalu lintas antara dua atau lebih landmark diestimasikan secara distributif.
iii. Jaringan overlay di antara landmark dibangun dengan pertimbangan link overlay berdasarkan kepadatan traffic
iv. Jalur terbaik antar landmark pada satu grid yang sama di-maintain untuk keperluan local routing
v. Untuk remote routing, paket diarahkan ke neighbor grid terbaik

      Konsep dari pengembangan protokol LOUVRE memiliki tiga hal sebagai berikut:
i.   Asumsi seluruh node dilengkapi dengan sistem navigasi,
ii.  Sistem navigasi membantu proses routing dan mengestimasi kepadatan jalan,
iii. Estimasi kepadatan lalu lintas berbasis peer-to-peer.

           Mekanisme kerja dari protokol LOUVRE yaitu :
i.  Penggunaan Overlay Link State Routing protocol (OLSR) dengan tabel link state berisikan informasi untuk routing antar node overlay yang direpresantikan dengan persimpangan jalan.
ii.  Menggunakan sistem NAV/GPS sebagai penyedia peta area untuk membangun graf topologi
iii. Implementasi algoritma dijkstra yang digunakan dalam penentuan jalur terpendek.

    Selain algoritma djikstra, protokol LOUVRE juga mengimplementasikan kalkulasi pada nilai kepadatan traffic (Density Threshold) dengan rumus sebagai berikut:  DThreshold = ([L/R]*2)+1. Dengan L merupakan panjang jalan dan R merupakan jarak radio yang kemudian dikalikan dengan 2 karena adanya transmisi antar node, dan penjumlahan dengan bilangan 1 dengan alasan adanya kendaraan pada ujung jalan.

       Berdasarkan penjelasan diatas yang menjelaskan bahwa Protokol LOUVRE merupakan penyempurnaan lanjut dari GPSR dan GPCR, berikut merupakan komparasi Packet Delivery Ratio, Hop Count, dan Latency dari ketiga protokol.

Capture

Berikut merupakan video yang menggambarkan simulasi kerja dari protokol LOUVRE

https://www.youtube.com/watch?v=DloBfmTeaUo

– Ghafoor, K. Z., Mohammed, M. A., Lloret, J., Bakar, K. A., & Zainuddin, Z. M. (2013). Routing Protocols in Vehicular Ad hoc Networks: Survey and Research Challenges. Macrothink Institute .
– Lee, K. C., Le, M., Harri, J., & Gerla, M. (2008). LOUVRE: Landmark Overlays for Urban Vehicular Routing Environtments. IEEE .
– Corser, G. (2013). VANET Introduction.